Wakaf SMP Islam Ibnu Umar

Hukum Menjual Barang dengan Sistem Kredit


Hukum Menjual Barang dengan Sistem Kredit

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz 

Si A: Penjual yang biasa menjual barang dengan sistem kredit.

Si B: Pembeli barang.

Si B ingin membeli barang (toren air dan jet pump) di toko material.

Apakah diperbolehkan, jika si A membelikan barang tersebut di toko material,  kemudian langsung barangnya diantarkan ke alamat rumah si B. Setelah barang sampai di tempat si B, baru terjadi akad kredit antara si A dan Si B?

Atau bagaimanakah sistem jual beli yang sesuai syariat jika hal di atas tidak diperbolehkan?

Syukron Ustadz 

(Abu Abdillah - Bekasi)

Jawaban:

Ada 2 kemungkinan transaksi jual beli yang dilakukan oleh si A dengan pihak toko.

1. Si A membeli barang ke toko atas nama si B. Di mana si A sebagai wakil dari si B, dengan pembayaran menggunakan uang si A (si A menghutangi si B). Transaksi dilakukan secara langsung (tidak online). Kemudian setelah barang dikirim sampai ke rumah si B, dilakukan perjanjian/akad pembayaran / pelunasan hutang secara kredit. Jika nominal yang akan dibayarkan secara kredit tersebut lebih besar dari nominal pembelian, maka itulah riba. Tidak boleh. Tapi jika nominal pelunasannya sama dengan nominal saat pembelian dan tidak ada unsur ribanya (tidak ada denda saat keterlambatan), maka tidak mengapa.

2. Si A membeli barang ke toko secara langsung (tidak online) atas nama diirinya (transaksi dia lakukan dengan penjual), sehingga setelah transaksi usai, barang tersebut sah menjadi miliknya. Kemudian barang dikirim ke rumah si B. Setelah barang sampai di rumah si B, dilakukan transaksi jual beli dengan si B dengan sistem kredit, maka hal itu tidak mengapa selama dalam akad kredit tersebut tidak ada unsur ribanya (tanpa ada denda jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran).

Catatan:

Bedanya si A menjadi wakil dari si B ketika membeli barang adalah setelah usai transaksi jual beli dengan pihak toko, maka secara otomatis barang tersebut milik si B,. Tapi jika si A membeli barang dari atas nama dirinya, maka setelah usai transaksi, barang tersebut sah menjadi memiliknya, yang kemudian di jual ke si B.

(Konsekwensi dari kedua akad tersebut berbeda ketika terjadi kerusakan barang, sebelum sampai ke rumah si B). 

Allahu a'lam bishshowab..

Dijawab oleh Ustadz Abu Abdirrahman Musthofa Ahmada, Lc., M.A.

Artikel: www.ibnuumar.or.id

Posting Komentar

0 Komentar