Wakaf SMP Islam Ibnu Umar

Najiskah Air Mani?

 


Najiskah Air Mani?

Masalah fikih yang seringkali menjadi pertanyaan dan keraguan bagi kebanyakan orang adalah status air mani dalam timbangan hukum thaharah, apakah ia suci, atau apakah ia najis?

Tentu saja wajib bagi seorang muslim untuk mencari kejelasan akan permasalahan ini, karena apabila didapati ternyata air mani dihukumi sebagai sesuatu yang najis, maka membersihkan tubuh, pakaian dan tempat shalat dari sesuatu yang najis adalah sesuatu yang diperintahkan. Begitu juga dengan konsekwensi-konsekwensi hukum yang lain.

Terjadi perbedaan pandangan di kalangan ulama tentang apakah air mani itu najis atau tidak. Bagi yang mengatakan najis, diantaranya adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya. [1]

Dalil yang mereka kemukakan diantaranya adalah;

1. Hadits Ummil Mu’minin ‘Aisyah, ketika beliau Radhiyallahu ‘anha ditanya perihal air mani yang mengenai pakaian salah seorang diantara mereka. Beliau Radhiyallahu ‘anha menjawab;

(( كُنْتُ أَغْسِلُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ، وَأَثَرُ الغَسْلِ فِي ثَوْبِهِ ))

"Dahulu aku mencucinya dari baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau keluar shalat dengan baju tersebut dan bekas (air) cuciannya masih ada)." [2] 

Di hadits yang lain, dengan redaksi yang berbeda, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam sendirilah yang mencuci noda mani pada bajunya.

Dari sini, ulama berdalil bahwasanya tidaklah sesuatu itu dicuci dengan air kecuali menunjukan bahwasanya sesuatu itu adalah najis

1. Diantara mereka ada yang menyerupakan juga dengan air kencing dan madzi. Dikarenakan keluarnya melalui jalur yang sama, maka hukumnya pun sama-sama najis

2. Diantara dalil yang mereka kemukakan adalah penganalogian. Mereka mengatakan tidak mungkin air mani keluar tanpa didahului oleh madzi. Sebagaimana madzi adalah sesuatu yang najis, maka keluarnya mani pun otomatis menjadi najis pula, karena pasti ada pada mani tersebut air madzi.

Sedangkan yang rajih menurut hemat kami adalah pendapat kedua yang mengatakan bahwa air mani itu tidak najis, dan ini adalah pendapat dari kalangan madzhab Syafi’i, Imam Ahmad menurut riwayat yang paling masyhur dan juga Dawud Adz Dzahiri. Dalil yang mereka gunakan adalah;

1. Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha tentang air mani;

(( كُنْت أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَيُصَلِّي فِيهِ. )) مسلم

"Dahulu Aku mengerik air mani yang ada pada baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau shalat mengenakan baju tersebut)." [3] 

Sisi pendalilannya adalah: Mengerik bukanlah pekerjaan mensucikan najis. [4]. Sesuatu yang cukup dengan mengeriknya menunjukkan akan sucinya sesuatu tersebut, sebagaimana bekas air susu, riak dan ingus yang menempel di baju adalah cukup dengan dikerik saja. Berarti kesimpulannya air mani tidaklah najis.

Lalu bagaimana menjawab pendalilan dengan hadits ‘Aisyah mencuci mani yang ada di baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Perbuatan ‘Aisyah yang terkadang mencuci dan terkadang cukup mengerik saja tidak menunjukkan bahwa sesuatu itu najis. Akan teapi menunjukkan bahwasanya dengan mencuci adalah lebih baik dan bersih, sebagaimana jika baju terkena ingus dan riak. Ingus dan riak bukanlah sesuatu yang najis, dan bilamana ia mengenai baju sebenarnya cukup dengan menggosoknya saja itu sudah cukup. Akan tetapi, mencuci bekas ingus dan riak di baju adalah lebih baik dan bersih. Begitupula dengan air mani yang menempel di baju.

Lalu bagaimana dengan dalil mereka yang mengatakan tidaklah air mani keluar beserta air madzi atau air seni, sedangkan air seni dan air madzi najis?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Darah, selain darah haidh sedikitnya adalah ma’fuu atau dimaafkan (tidak najis). Begitu pula madzi dalam jumlah yang sangat sedikit  dan sedikit air seni yang keluar karena beser adalah dimaafkan (tidak najis)." [5]

Dahulu para sahabat biasa mimpi basah sebagaimana kita di zaman sekarang. Suatu yang pasti adalah mani tersebut pasti mengenai pakaian salah seorang diantara mereka ketika mereka mimpi basah. Seandainya memang air mani itu najis, pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam pernah memerintahkan salah seorang mereka untuk membersihkannya. [6]

Lalu muncul pertanyaan?

Seandainya air mani itu suci, lalu mengapa ‘Aisyah mencucinya dalam sebuah riwayat dan mengeriknya di riwayat yang lain? Seharusnya tidak mengapa shalat dengan baju ada bekas maninya tanpa perlu mencuci atau mengeriknya.

Ibnu Qudamah di dalam kitabnya Al Mughni mengatakan:

وَإِنْ صَلَّى فِيهِ مِنْ غَيْرِ فَرْكٍ، أَجْزَأَهُ. وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِ مِمَّنْ قَالَ بِالطَّهَارَةِ.

"Seandainya seseorang shalat dengan baju yang terkena mani tanpa ia mengeriknya terlebih dahulu, maka ini diperbolehkan. Inilah madzhab Syafi’I dan selainnya yang berpendapat tentang sucinya air mani." [7]

Kesimpulannya:

1. Air mani tidaklah najis menurut pendapat yang rajih.

2. Sebab perbedaan ulama di dalam menghukumi najis atau tidaknya air mani adalah dikarenakan perbedaan perbuatan ‘Aisyah di riwayat hadits yang berbeda. Di sebagian riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha mencucinya dan di riwayat yang lain beliau cukup mengeriknya. [8]

3. Seandainya air mani mengenai baju tanpa kita bersihkan pun maka tidak mengapa kita gunakan untuk shalat.

4. Yang paling baik, bersih dan selamat dari khilaf adalah mencucinya dengan air di tempat bekas mani itu menempel di baju. Itu apabila bekas mani masih basah. Adapun ketika kering cukup dengan mengeriknya saja.

  Wallahu a’lam


Referensi:
1. Bidayatul Mujtahid hal. 88/jilid I, Al Mughni li ibnu Qudamah hal. 28/II, Shahih Fiqhus Sunnah hal. 74/I).
2. Hadits Riwayat Imam Bukhari no 230/55/1
3. Hadits Riwayat Imam Muslim no 288
4. Bidayatul Mujtahid 88/I
5. Catatan Syaikh Shalih Ibnu Utsaimin pada kitab Al Kaafi karangan Ibnu Qudamah.
6. Majmu’ Fatawa 604/21
7. (68/2)
8. Bidayatul Mujtahid 88/1

Artikel: www.ibnuumar.or.id

Posting Komentar

0 Komentar