Iqomah Dikumandangkan Sebelum Timer Jam Masjid
Pertanyaan:
Assalamualaikum ustadz..
Mohon petunjuknya.
Di suatu masjid memiliki timer untuk menginformasikan waktu iqomah setelah Adzan.
Akan tetapi seringnya orang yang iqomah (berganti gantian) melakukan iqomah sebelum timer habis (beberapa kali sering masih ada 1 menit lagi).
Saya sering jumpai ini dan menjadi masbuk karena iqomah yang lebih cepat dari seharusnya. Saya merasa kesal dan sakit hati karena ketinggalan takbir bersama imam.
Pertanyaan saya, apakah jika saya sakit hati mengalami kondisi ini, saya jadi berdosa Ustadz?
Syukron ustadz...
(Abu Khalid - Riau)
Jawaban:
Amarah ada 3 macam:
1. Amarah yang terpuji.
Yaitu amarah karena Allah, amarah karena syariat agama-Nya dihinakan dan direndahkan. Amarah ini, merupakan buah dari keimaman. Dan sebaliknya, jika dalam hal seperti ini tidak ada kemarahan, maka itu menunjukkan lemahnya iman. Contohnya adalah kemarahan Nabi Musa ketika melihat kaumnya membuat sesembahan dari anak lembu.
Allah berfirman,
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِن بَعْدِي ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ ۚ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ [الأعراف : 150]
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kalian kerjakan sesudah kepergianku!
Apakah kalian hendak mendahului janji Tuhan kalian? Dan Musapun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: 'Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim." (QS. Al-An'aam 150)
Aisyah meriwayatkan,
"Bahwa Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya sesuatu apapun, tidak juga terhadap wanita atau pembantu, kecuali dalam jihad (di medan perang), dan tidaklah ada sesuatu yang menimpa beliau, hingga beliau balas dendam, kecuali jika kehormatan dan hak-hak Allah dinodai, maka beliau membalasnya karena Allah." (HR. Muslim)
Diriwayatkan bahwa suatu hari ada beberapa shahabat yang bertikai, berbicara qodar, datanglah Rasulullah dengan wajah yang menunjukkan kemarahanya, seraya berkata, "Apakah untuk ini kalian diperitahkan? atau kalian diciptakan? Kalian benturkan ayat satu dengan yang lainya, sikap seperti inilah yang menyebabkan umat-umat terdahulu binasa." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Kemarahan-kemarahan yang seperti itulah yang terpuji, karena hal tersebut menunjukkan akan keimanan dalam hatinya, dengan kemarahan tersebut akan tegak amar ma'ruf nahi mungkar, akan hilang dan lenyaplah berbagai syubhat. Sedangkan jika hal tersebut dibiarkan (didiamkan), maka yang akan muncul adalah kebinasaan dan kehancuran.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah bangun dari tidurnya, dengan wajah kemerahan (karena marah), seraya berkata, "لا إله إلا الله " celakalah orang arab dari keburukan yang sudah dekat terjadinya, dibukanya benteng yakjuj dan makjuj. Lantas beliau ditanya, apakah kita akan dihancurkan, sedangkan di antara kita ada orang-orang shalih? Beliau menjawab, "Benar, jika keburukan telah menyebar (tidak yang mencegahnya)." (HR. Al-Bukhari)
2. Amarah yang tercela.
Amarah yang muncul karena mendukung kebathilan, seperti misal marah ketika diterapkannya syariat agama, tersebarnya kegiatan-kegiatan kebaikan, amal shalih, kegiatan-kegiatan dakwah, dan lain-lain.
هَا أَنتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ [آل عمران : 119]
"Beginilah kalian, kalian menyukai mereka (orang-orang kafir), padahal mereka tidak menyukai kalian, dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, 'Kami beriman', dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka): 'Matilah kalian karena kemarahan kalian itu.' Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati." (QS. Ali Imran 119)
Ini merupakan kemarahan orang-orang kafir, yang mereka marah karena syariat dan tuntunan agama ditegakan.
3. Amarah yang mubah (boleh).
Yaitu amarah yang tidak ada unsur kemaksiatan kepada Allah, serta tidak melampui batas, seperti disebabkan karena adanya orang yang jahil kepada kita.
Akan tetapi jika mampu meredam kemarahan ini, maka hal tersebut lebih baik dan lebih utama.
Allah berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [آل عمران : 134-133]
"Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran 133-134)
Diriwayatkan bahwa ada seorang budak wanita milik Ali bin Al-Husein, ketika ia sedang menuangkan air untuknya, saat itu Ali bin Al-Husein bergegas untuk mengerjakan shalat, maka jatuhlah teko dari tangan budak wanita tersebut, yang menjatuhi wajah Ali bin Al-Husein yang membuatnya luka di wajahnya. Maka Ali bin Al-Hussein mengangkat kepalanya tertuju kepada budak wanita tersebut. Lantas budak wanita tersebut berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman (tanda orang yang bertakwa adalah:
{وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ}
"Mereka yang menahan amarah."
Beliaupun berkata, "Ya, aku akan tahan amarahku." Budak wanita itupun melanjutkan,
: { وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ }،
"Yaitu mereka yang memaafkan kesalahan manusia."
Beliaupun berkata, "Ya, aku maafkan engaku."
Budak wanita itupun melanjutkan lagi,
{وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."
Beliau pun berkata, "Pergilah, engkau aku bebaskan." (HR. Al-Baehaqy 8317)
Diriwayatkan bahwa Nuh bin Habib berkata, "Aku pernah berada di sisi Abdullah bin Al-Mubarok, orang-orang mendesak meminta beliau mengajarkan sesuatu." Beliau berkata, "Berikan kitab kalian, untuk aku bacakan kepada kalian."
Merekapun melemparkan buku-buku mereka, ada yang dari dekat, ada pula yang dari jauh. Ada seorang di antara mereka yang meleparkan kitabnya hingga ujung kitabnya mengenai kepala Abdullah bin Al-Mubarok, yang kemudian membuatnya berdarah, maka beliau pun mengusap dan menyumbat darah tersebut hingga berhenti. Kemudian beliaupun berkata, "Subhanallah, hampir saja terjadi perseteruan, maka beliaupun mengambil kitab orang tersebut dan mulailah beliau membacanya (beliau tidak marah sedikit pun)." (HR. Al-Baehaqy 8320)
Ibnu Hibban berkata, "Manusia itu diciptakan memiliki fitroh untuk marah dan pemaaf sekaligus, maka barang siapa yang marah dan memaafkan dalam kemarahaanya, maka hal tersebut tidaklah tercela, selama kemarahanya tidak membuatnya melakukan perbuatan yang dilarang, baik berupa perkataan maupun perbuatan, meskipun memisahkan kemarahan dari jiwanya dalam segala keadaan adalah lebih terpuji." (ruadhatul uqola 141)
----------
Berkenaan dengan shalat sunah, di saat iqomah dikumandangkan, Rasulullah bersabda,
( إذا أقيمت الصلاة فلا صلاة إلا المكتوبة ).
"Apabila shalat telah ditegakkan, (dikumandangkan iqomah), maka tidak ada shalat kecuali shalat yang wajib." (HR. Muslim)
Ibnu Qudamah menyebutkan, "Jika sudah dikumandangkan iqomah, maka tidak ada lagi shalat sunah apapun, (yang sedang shalat maka harus dibatalkan), baik ia kawatir tertinggal satu rokaat atau tidak bersama imam." Ini merupakan pendapat Abu Hurairah, Ibnu Umar, Urwah, Ibnu Sirin , dan lain-lain. (Al-Mughny 1/272)
Al-Hafidz Al-Iroqy menyebutkan, "Hadist tersebut ada dua kemungkinan, bagi yang belum shalat, maka ketika iqomah dikumandangkan, tidak boleh ia memulai shalat sunahnya, sedangkan bagi yang sedang mengerjakan shalat sunah, maka segera untuk membatalkanya, agar bisa mendapatkan keutamaan takbir ihram bersama imam." (Dinukilkan Imam Asy-Syaukany di Nailul Authar 3/91)
Fatwa Lajnah Daaimah juga menyebutkan, "Jika iqomah dikumandangkan, sedang seseorang dalam keadaan mengerjakan shalat sunah, maka hendaklah ia membatalkan, sehingga bisa bertakbir ihram bersama imam."
jikalau harus membatalkan shalat sunahnya karena hendak mengikuti shalat yang wajib, takbir ihram bersama imam, maka insyAllah akan tetap mendapatkan pahala, pahala niatnya.
-----------
Berkenaan dengan orang yang iqomah sebelum waktunya, maka bisa diingatkan dengan cara yang baik dan bijaksana.
Diingatkan dengan hadist Rasulullah,
المسلمونَ على شروطِهم إلا شرطًا حرَّم حلالًا أو أحلَّ حرامًا
"Orang-orang muslim itu berjalan di atas syarat-syarat (kesempatan-kesepakatan) yang dibuat di antara mereka, kecuali syarat (kesepakatan) yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram." (HR. Abu Daud)
Jika ada kaum muslimin yang bersepakat dalam kebaikan, maka wajib atas mereka semua untuk mentaati kesempatan tersebut.
Sehingga, kemarahan yang disebabkan karena adanya orang yang tidak menjalankan kesempatan (menyelisihi sunah), kemarahan yang baik, tapi tentu juga melihat keadaan orang yang menyelisihi sunah tersebut, apakah ia melakukannya dengan kesengajaan (karena sudah mengetahui) atau karena kejahilannya.
Perlu adanya sikap yang bijakasana dalam menyikapi hal tersebut dan adanya saling nasehat menasehati antar sesama.
Allahu a'lam bishshowab
Dijawab oleh Ustadz Abu Abdirrahman Musthofa Ahmada, Lc., M.A.
Artikel: www.ibnuumar.or.id
0 Komentar