Solusi Terbaik untuk Orang yang Terjerat Riba
Pertanyaan:
Assalaamu'alaikum ustad.
Izin bertanya tentang kasus riba.
Jika seseorang yang sudah terlanjur terjerat riba bank dimana dia hutang bank dengan jaminan rumah yang nilainya lebih besar dari pada hutang.
Jika dia tidak membayar maka dia rugi besar karena asset akan diambil alih bank.
Jika dia terus melunasi maka akan terus ada akad riba.
Jika dia jual rumah ke kawan, maka harga murah di bawah pasar tapi uang penjualan hanya bisa untuk bayar hutang bank setelah itu gak punya rumah.
Bagaimana solusi terbaiknya?
Salam
(Abu Aisyah Riau)
Jawaban:
Segala puji bagi Allah, yang telah menyadarkan sebagian hamba-Nya akan suatu perbuatan dosa, berupa muamalah ribawiyah.
Maka kewajibannya adalah agar sesegera mungkin untuk meninggalkan perbuatan dosa tersebut, serta memberbanyak beristihfar, memohon ampun kepada-Nya, memperbanyak amal shalih.
Allah berfirman,
{ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا اتَّÙ‚ُوا اللَّÙ‡َ ÙˆَØ°َرُوا Ù…َا بَÙ‚ِÙŠَ Ù…ِÙ†َ الرِّبَا Ø¥ِÙ† ÙƒُنتُÙ… Ù…ُّؤْÙ…ِÙ†ِينَ} [البقرة : 278]
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 278)
Rasulullah melaknat.
وآكِÙ„َ الرِّبَا ومُوكِÙ„َÙ‡ُ،
"Pemakan riba dan orang yang memberinya. " (HR. Al-Bukhari)
4- اتَّÙ‚ِ اللَّÙ‡ِ Øيثُ ما كنتَ ، وأتبعِ السَّÙŠِّئةَ الØسنةَ تمØُها
"Takutlah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan kebaikan, maka niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukannya."(HR. At-tirmidzi)
Adapun cara meninggalkan riba, boleh dengan berbagai macam cara, selama cara tersebut dibolehkan secara syar'i, dan bukan kemungkaran, karena tidak boleh menghilangkan kemungkaran dengan kemungkaran yang lain.
Secara syar'i pihak bank berhak menjual rumah tersebut, karena rumah tersebut sudah dijadikan barang jaminan, hanya saja secara syar'i, pihak bank hanya berhak mendapatkan dari hasil jual rumah tersebut nominal uang senilai kekurangan hutang, sedangkan sisanya, wajib dikembalikan ke pemilik rumah (penghutang).
Tapi, jika pihak bank akan mengambil semua barang jaminan (barangkali sudah ada perjanjian sebelumnya), maka ini resiko yang harus ditanggung peminjam, meski pihak bank dalam hal ini telah melakukan kezholiman dengan memakan harta dengan cara bathil.
Demikian itu resiko riba yang harus ditanggung pihak peminjam, meski demikian ia tetap wajib bersyukur kepada Allah yang telah membukakan hatinya dan menyadarkan akan haramnya riba, karena itu mampu menjadi pelebur dosa-dosanya yang telah lalu, serta pencuci harta-harta yang tidak suci, atau barangkali masih ada hak-hak fakir miskin. Serta itu tentu jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman siksa dan adzab di neraka bagi orang-orang yang tahu bahwa riba itu haram, tapi masih enggan untuk meninggalkannya.
Satu kabar gembira dari Rasulullah, beliau sebutkan,
إنك لن تدع شيئاً لله عز وجل إلا بدلك الله به ما هو خير لك منه ) رواه Ø£Øمد .
وقال الألباني : " وسنده صØÙŠØ Ø¹Ù„Ù‰ شرط مسلم "
"Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah akan gantikan untukmu dengan yang lebih baik." (HR. Ahmad, Al-Albany menyebutkan sanadnya shahih)
Syekh Shalih Al-Munajjid menjelaskan bahwa ganti yang lebih baik itu bisa di dunia maupun di akhirat.
Ibnu Al-Qoyyim memberikan contoh ganti yang baik.
a. Nabi Sulaiman yang menyembelih kuda-kudanya yang melailakan dari mengingat Rabb-nya, Allah gantikan dengan angin yang mampu membawa beliau ke mana saja yang beliau inginkan. (QS. Shood 31-36)
b. Kaum Muhajirin yang meninggalkan harta bendanya di Mekah dalam rangka menyelamatkan iman mereka, Allah gantikan dengan penaklukan daerah-daerah dari segala penjuru dunia.
Jika memang hasil akhirnya sama, artinya jika rumah jaminan tersebut ditarik oleh pihak bank atau ketika dijual ke teman, sama-sama akhirnya tidak memiliki rumah, maka akan lebih baik jika dijual ke teman, karena insyaAllah tidak akan ada dampak buruk setelah sah jual beli tersebut. Bahkan bisa jadi ada unsur membantu teman. Berbeda jika rumah tersebut ditarik oleh pihak bank, yang kemudian seluruhnya menjadi sah milik bank, maka kemungkinan besar hasil penjualan aset tersebut akan menambahkan modal pihak bank untuk lebih luas dalam mengembangkan muamalah riba mereka. Sehingga dikawatirkan hal tersebut termasuk saling membantu dalam perbuatan dosa dan maksiat yang dilarang dalam agama.
Allahu a'lam bishshowab.
Dijawab oleh Ustadz Abu Abdirrahman Musthofa Ahmada, Lc., M.A.
Artikel: www.ibnuumar.or.id
0 Komentar